Postingan ini gw tulis berdasar pengalaman gw check-up dengan Dr Benjamin Tham di Thomson Medical Center tahun 2020 (late post banget, ya! Hahahaha). Beda waktu, beda dokter, beda paketan, tentu saja biayanya berbeda, ya.
Gw ga punya pengalaman cek kandungan di dokter lain dan ga pernah mencari pembanding, jadi gw ga tau apa mereka punya paketan seperti di Thomson Medical Center juga atau enggak.
Di sini, abis USG trimester pertama, kita bisa ambil paket. Paketnya merangkap paket konsultasi, USG, DANpaket melahirkan oleh dokter yang sama. Kita ga bisa beli paket konsultasi saja tanpa paket melahirkan, atau sebaliknya.
Tentu saja kalo ambil paket biayanya jauh lebih murah. Berhubung kita sebelumnya udah riset mau ke dokter kandungan yang mana, dan pengalaman USG pertama juga oke, gw langsung iya-in aja saat ditawarin paket.
Berikut isi paketnya:
Paket Konsultasi dan USG (untuk usia kandungan 12 minggu ke atas)
Harganya SGD 900 (kalo anak kembar, ada tambahan 50% jadi SGD 1,350).
Paket cuma berlaku jika pasien melahirkan dengan dokter tersebut.
BERAT BAYI TIDAK BERTAMBAH SEJAK CHECKUP MINGGU LALU!!!
Padahal gw udah mulai bisa makan minum tanpa mual. Makan gw jauh lebih banyak dari minggu-minggu sebelumnya. Gw bahkan minumin jus alpukat beberapa kali dalam satu minggu terakhir ini.
Pas gw tau berat bayi masih sama, gw panik banget. Apalagi bayi gw ukurannya kecil, cuma 2,5kg!
Hasil pengecekan lewat USG:
Plasenta: oke.
Air ketuban: oke.
Lingkar kepala: Berkurang 1mm (tidak signifikan perubahannya, hampir sama seperti minggu lalu).
Panjang tulang paha: Bertambah 2mm (tidak signifikan perubahannya, hampir sama seperti minggu lalu).
Lingkar perut: Bertambah 2mm (tidak signifikan perubahannya, hampir sama seperti minggu lalu).
Berat bayi: Bertambah 10gr (tidak signifikan perubahannya, hampir sama seperti minggu lalu). Padahal teorinya, kalo udah deket-deket hari H gini, biasanya bayi bertambah 200gr per minggu.
Denyut jantung: LUPA DICEK! Dan gw baru sadar setelah sampai rumah! Duh!
Hasil skrining Group B Streptococcus (GBS) negatif, artinya tidak ditemukan bakteri GBS di badan gw. Kalo hasilnya positif gimana? Kalo positif, sang ibu akan diberi antibiotik melalui infus secepatnya setelah persalinan dimulai atau setelah air ketuban pecah.
Checkup kali ini cepet dan hasilnya oke. Posisi bayi sudah bagus, plasenta oke, detak jantung pun oke. Menurut hasil USG, berat bayi udah di atas 2,5 kg, sudah termasuk ke dalam kategori berat badan normal. Tergolong kecil memang, dokter menyarankan makan banyak protein seperti daging-dagingan untuk menambah berat badan bayi.
Bayi dinyatakan mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau bahasa Inggrisnya Low Birth Weight (LBW) jika pada saat lahir, beratnya kurang dari 2,5 kg. Berat badan normal bayi yaitu 2,5 kg – 4,5 kg. Rata-rata bayi bule beratnya 3,5 kg, sedangkan rata-rata bayi Asia beratnya 3,26 kg. Bayi dengan BBLR memiliki resiko kematian lebih tinggi karena ada kemungkinan masalah kesehatan, masalah genetik, atau masalah di plasenta.
Sebagian besar bayi yang lahir sebelum usia kandungan 37 minggu atau bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg, harus masuk ke NICU untuk penanganan lebih lanjut. Namun demikian, jangan terlalu stres jika bayi berukuran kecil. Bayi berukuran kecil bisa sehat-sehat saja, kok, mungkin memang papa mamanya berbadan kecil!
Pernah denger istilah bayi prematur? Gw mau ngomongin suatu hal yang penting karena beberapa temen gw di Indonesia disarankan dokter untuk operasi caesar pada usia kandungan 37 minggu. ‘Kalo mau caesar, jangan tunggu sakit kontraksi,’ alasannya.
Dulu, bayi dinyatakan preterm (premature) jika bayi lahir sebelum usia kandungan 37 minggu. Bayi dinyatakan term jika lahir di usia kandungan antara 37 sampai 42 minggu.
Pada tahun 2012, The American College of Obstetricians and Gynecologists and the Society for Maternal Fetal Medicine meredefinisi istilah term dengan lebih spesifik:
Early term: usia kandungan 37 minggu sampai 38 minggu 6 hari.
Full term: usia kandungan 39 minggu sampai 40 minggu 6 hari.
Late term: usia kandungan 41 minggu sampai 41 minggu 6 hari.
Post term: usia kandungan di atas 42 minggu.
Meski usia kandungan di atas 37 minggu sudah tergolong term, bayi sebaiknya tidak dikeluarkan sebelum usia kandungan 39 minggu tanpa alasan yang valid. Waktu dua minggu lebih lama di dalam rahim ini berharga sekali untuk kesehatan dan perkembangan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang lahir pada usia kandungan 37 minggu lebih beresiko terkena komplikasi (pernapasan, pencernaan, dan kontrol suhu tubuh yang kurang baik), dibanding bayi yang lahir pada usia kandungan 39 minggu ke atas. Bayi yang lahir pada usia kandungan 37 minggu juga lebih rentan masuk NICU, mengalami infeksi, dan punya kemampuan belajar yang kurang.
Oleh karena itu, dokter kandungan sebaiknya TIDAK menjadwalkan induksi atau persalinan caesar sebelum usia kandungan 39 minggu (full term), tanpa alasan yang valid. Sebagai pasien pun, kalo memang ga ada masalah kesehatan, janganlah mau dijadwalkan caesar pada usia kandungan 37 minggu.
Gw diomelin dokter karena berat badan naik hampir 2 kg sejak checkup tiga minggu yang lalu. Untungnya ukuran bayi ga besar, tetep di range normal. Malah ukuran bayinya lebih oke daripada checkup bulan lalu (bayi kecil). Phew!
Tiga minggu terakhir ini, gw lagi sibuk-sibuknya pindah rumah. Kita sengaja mengalokasikan waktu 1 bulan untuk pindah rumah karena barang-barang kita banyak dan gw lagi hamil besar, jadi pindahnya bertahap dan pelan-pelan saja. Tiap malem jam 8 an setelah selesai kerja, kita langsung jalan ke rumah baru, unpack barang, makan malam, balik ke rumah lama, dan nge-pack barang untuk dibawa keesokkan harinya. Hampir tiap hari nyampe rumah udah di atas jam 12 malem. Mandi, beres-beres nge-pack barang, jam 1-2 an baru tidur. Besoknya tetep bangun kerja seperti biasa. Gitu terus setiap hari, selama hampir 3 minggu.
Namun ga aneh kalo berat gw nambah 2 kg selama 3 minggu ini. Gw udah mulai bisa makan, bahkan bisa abis satu porsi tanpa mual (AKHIRNYA!!!). Gw juga sering laper, mungkin karena bayi gw makin aktif. Ditambah lagi karena capek pindah rumah, makin kalap-lah gw makan. Udah gitu, di deket rumah gw yang baru, ada yang jual rujak buah yang terkenal enak. Hampir tiap hari gw pesen rujak, padahal rujak itu, kan, full of sugar! Hehehe.
Pada check-up kali ini, selain USG, dokter juga melakukan tes Group B Streptococcus (GBS). GBS ini adalah bakteri yang hidup di usus, vagina, atau rektum. GBS BUKAN penyakit menular seksual, tapi bisa ditularkan ke bayi saat proses persalinan. GBS tidak berbahaya untuk orang dewasa, namun dapat menyebabkan infeksi serius pada janin.
Tes GBS dilakukan pada usia kehamilan 35-37 minggu. Prosesnya simpel, cuma swab bagian ujung bawah vagina dan rektum. Cepet, cuma beberapa detik, dan ga sakit. Gw malah ga merasakan apa-apa, tahu-tahu dokternya bilang sudah selesai. Hasilnya ga langsung keluar karena sampelnya harus dikirim ke laboratorium dulu.
Kalo hasilnya negatif, berarti gw aman. Kalo hasilnya positif, gw akan diberi antibiotik melalui infus secepatnya setelah persalinan dimulai atau ketuban pecah.
Sambil skrining GBS, dokter juga mengingatkan gw untuk pijat perineum atau pake epi-no untuk mengurangi resiko robeknya vagina saat melahirkan. Tentang epi-no, sudah gw bahas lengkap di SINI.
Hasil USG menunjukkan kalo ukuran badan bayi agak kecil, tapi ukuran kepalanya bagus. Gw ga heran sih, kalo bayinya kecil, orang sampe sekarang aja gw makan masih harus dipaksa-paksa. Gw masih ga ada selera makan, makan / minum kebanyakan dikit langsung ngerasa kembung dan mual. Sigh.
Untuk menambah berat badan bayi, dokter menyarankan gw untuk makan banyak protein.
Gw: Sayang, kata dokter, aku mesti makan banyak protein… Harus makan steak tiap hari.
Mr Hamburger: Enggak usah, steak mahal. Kamu makan telur aja tuh, sumber protein murah meriah. Sehari makan 2 juga boleh.